Kultur Kalus dan Suspensi Sel
Resume
Kalus merupakan masa sel yang tidak terorganisir dan merupakan wujud dari dediferensiasi sel. Kalus berawal dari jaringan penutup luka yang sel-selnya mengalami proliferasi. Kalus dapat mengalami lignifikasi, terpigmentasi, dan dapat mengalami habituasi. Selain dari luka bekas irisan, kalus juga dapat berasal dari pembelahan sel-sel kambium yang terus membelah dan berproliferasi. Proliferasi sel-sel akan terjadi lebih baik jika eksplan yang digunakan berasal dari jaringan yang masih muda. Sel-sel kalus secara fisiologis dan biokimia sangat berbeda dengan sel-sel eksplannya yang sudah terdiferensiasi. Sel-sel pada kalus bersifat meristematik dan merupakan salah satu wujud dari dediferensiasi. Dediferensiasi merupakan reversi dari sel-sel hidup yang telah terdiferensiasi menjadi tidak terdiferensiasi, atau dengan kata lain menjadi meristematik kembali. Dediferensiasi merupakan langkah awal bagi perbanyakan vegetatip dengan teknik kultur in vitro karena merupakan dasar terjadinya primordia tunas dan akar.
Tahapan kultur kalus yaitu induksi dediferensiasi yang membutuhkan bantuan hormon 2,4-D, dicamba, dan picloram. Tahap proliferasi merupakan tahapan pembelahan sel yang sangat cepat. Tahap proliferasi sel kalus menyebabkan terjadinya heterogenitas karyologis diantaranya yaitu: poliploidi, aneuploidi, transposisi urutan DNA, amplifikasi gen, dan delesi. Pada tahapan diferensiasi terbagi menjadi organogenesis dan embriogenesis. Organogenesis merupakan tahapan pembentukan meristem unipolar, sedangkan embriogenesis merupakan tahapan pembentukan meristem bipolar.
Kultur suspensi sel merupakan kalus yang friabel disubkultur ke dalam medium cair dan diinkubasi dengan cara penggojokan. Efek dari penggojokan yaitu: memecahkan agregat kalus menjadi sel-sel tunggal; menciptakan aerasi yang lebih baik; tidak terjadi gradient nutrisi; semua permukaan sel dapat kontak dengan medium; tidak terjadi akumulasi toksik; serta dapat memelihara homogenitas sel di dalam kultur dan sinkronisasi populasi sel. Laju pertumbuhan sel bergantung pada beberapa faktor, diantaranya yaitu: jumlah sel termampat (Packed Cell Volume atau PCV), jumlah sel, berat basah atau berat kering sel, dan total protein.
Berbagai spesies tanaman dapat diregenerasikan secara in vitro melalui kultur suspensi sel, yaitu suatu proses yang menyebabkan sel membelah secara cepat dan tumbuh dalam media nutrisi cair yang homogen. Ada dua metode kultur suspensi, yaitu Batch cultures di mana sel-sel ditumbuhkan dengan pemberian nutrisi dalam medium dengan volume tertentu sampai tumbuh dan Continuous cultures, yaitu sel ditumbuhkan dan dipelihara di dalam media nutrisi steril yang selalu diganti-ganti. Penggunaan kultur suspensi antara lain untuk penelitian biokimia dari fisiologi sel, pertumbuhan, metabolisme, fusi protoplas, transformasi, dan pada skala besar digunakan untuk produksi metabolit sekunder dan perbanyakan tanaman. Masalah terbesar dalam kultur sel adalah kontaminasi, namun dengan beberapa cara masalah tersebut dapat diatasi. Masalah lain yang juga dapat terjadi adalah terjadinya perbedaan produk akhir kultur suspensi sel atau kalus dengan hasil keseluruhan tanaman. Penggunaan teknik kultur suspensi sel di Indonesia masih relatif sedikit di antaranya untuk produksi bibit beberapa tanaman perkebunan dengan sistem bioreaktor dan untuk produksi metabolit sekunder. Keberhasilan tersebut membuka peluang untuk produksi bibit tanaman lain secara masal dan memproduksi berbagai senyawa metabolit sekunder.
Eksplan yang baru ditanam dan diinkubasikan di dalam ruang inkubator akan menghasilkan kalus. Apabila kalus sudah cukup umur, maka dapat diperlakukan suspensi sel, yaitu dengan cara menumbuhkan suatu eksplan atau kalus dengan menggunakan media cair (media yang tidak mengandung zat pemadat atau agar) dan kemudian dilakukan penggojokan di atas shaker. Suspensi sel dilakukan secara berulang-ulang kali memindahkan kalus tersebut ke dalam media cair yang baru yaitu dengan selang waktu satu minggu sekali. Hal itu disebut dengan subkultur. Kalus yang terlambat disubkulturkan tidak dapat berkembang dengan baik. Kecepatan shaker dapat diatur sesuai dengan keiinginan, tetapi pada umumnya menggunakan kecepatan putaran 120rpm (rotation per minute). hasil dari kalus ini berupa protokormus atau PLB (Protocorm Like Bodies). Suspensi sel juga sering dilakukan dengan tujuan untuk isolasi kloroplas dan isolasi protoplas. Keberhasilkan mendapatkan kalus yang baik pada suspensi sel ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya jumlah kalus di dalam erlenmeyer tidak boleh terlalu banyak atau terlalu padat karena dapat memperlambat pertumbuhan. Selain itu volum emedi acair tidak boleh terlalu besar supaya apabila diberi kalus keadaannya tidak keruh dan tidak boleh terlalu encer. Jenis medium cair yang digunakan sebaiknya sama dengan medium padat hanya saja tanpa penambahan zat pemadat.
Laju pembelahan sel pada meristem kultur suspensi sel lebih tinggi dibanding pada kultur kalus tetapi masih lebih rendah dibanding laju pertumbuhan sel bakteri dan biasanya berkisar antara 24-72jam. Oleh karen aitu pertumbuhan ulang atau subkultur perlu dilakukan dalam periode yang lebih singkat dibanding dengan periode penumbuhan ulang kultur kalus sekitar 7-12hari. Kultur sel mempunyai beberapa keunggulan dibanding dengan kultur kalus yaitu: suspensi sel dapat dipipet sehingga proses subkultur mudah, tidak seheterogen kultur kalus dan diferensiasi sel tidak terlalu besar, dapat dikulturkan dalam volume besar sampai 1500L, lebih mudah diatur kondisi lingkungannya, dan dapat dimanipulasi untuk produksi metabolit alami dengan cara menambahkan perkusor.
Sumber:
Elisa UGM. 2019. Medium Kultur Jaringan Tumbuhan. https://elisa.ugm.ac.id/. Diakses pada September 2019.
Hendaryono, D. P. S. dan A. Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan, Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif-Modern. Kanisius. Yogyakarta, Hal.57, 68.
Hutami, S. 2009. Penggunaan Suspensi Sel dalam Kultur In Vitro. Jurnal AgroBiogen. 5(2):84-92.
Yuwono, T. 2016. Bioteknologi Pertanian. Gadjah Mada University Press. Hal.170.
Comments
Post a Comment